TUBUH DAN DARAHMU
TUBUH DAN DARAMU. Disanalah satu tempat tidur di Gedung Rinjani lantai 3, kamar nomer 308, kamar yang termasuk Kamar VIP di Rumah Sakit Central di kota ini, berbaring sahabatku yang akhir-akhir ini tidak bisa terpisahkan dari hidupku. 2 Minggu yang lalu dia mendapat serangan jantung mendadak pada jam 2 pagi. Setelah itu dia harus diisolasi selama 5 hari di ICU RSU daerah sebagai pertolongan pertama. Seminggu kemudian, yaitu kemarin pagi, dia harus mendapatkan perawatan lanjutan dengan opnam di Rumah Sakit Central yang mempunyai peralatan dan dokter spesialis lebih lengkap, agar besuk paginya dokter spesialis jantung dapat melakukan chek pembuluh darah jantung melalui kateterisasi. Jika ditemukan penyumbatan pada salah satu atau beberapa pembuluh darah, maka ia harus pasang ring di pembuluh darah – pembuluh darah itu. Dan siang tadi, dia mendapat hadiah dengan pasang 1 ring di tubuhnya.
“ Sudah ijin sama istri Lo?” Tanya Joseph, sahabatku, padaku.
“ Sudah. Dia sebenarnya akan siapkan makanan buat kita, tapi aku bilang nggak usah. Aku bilang selesai ngajar mata kuliah terakhir aku akan langsung kesini,” jawabku”, ya lebih dekat langsung kesini khan daripada aku dari kampus harus pulang dulu ambil rantang makanan baru kesini. Aku juga sudah bilang akan menemanimu sampai besuk pagi”
“Beneran lo nggak repot?”
“Nggaklah! Pertanyaan macam apa itu!” jawabku agak kencang,” mana kamar mandi, lengket semua badanku, mau mandi sebentar!”
“Itu di depan lo, buka korden sebelah itu!” Jawab Joseph.
Aku mandi membersihkan diri dan membersihkan penat setelah kerja seharian. Dari ruangan Joseph terdengar beberapa kali perawat masuk dan menanyakan kondisi Joseph serta memberikan obat padanya. Terus terang aku kawatir dan prihatin dengan kondisi sahabatku ini. Yah, tapi dia selalu menadapatkan caranya sendiri untuk bahagia. Rahasia itu yang selalu ingin aku cari dari dirinya. Dia tidak takut apapun, bahkan di ujung kematian seperti ini.
Selesai mandi, aku mengambil satu cangkir gelas dan menuangkan satu sachet kopi fasilitas dari Rumah Sakit, lalu menuangkan air panas dari termos yang juga tersedia di kamar itu. Aku lalu duduk di sofa dekat tempat tidur Joseph, sahabatku.
“Jadi…?” tanyaku pelan dan datar mengawali percakapan kita kembali, tapi langsung di sahut oleh Joseph.
“Gua dah tau apa yang pengen elo tanyakan. Jadi, pagi tadi gua operasi kecil yang dinamakan keteterisasi dengan bius lokal saja. Lewat pembuluh darah di selangkangan kanan gue ini dimasukkan kawat kecil yang berisi kamera buat liat kondisi pembuluh darah di sekitar jantung. Hasilnya ketemu deh pembuluh darah yang kesumbat hampir 95%. Maka disitulah mereka pasang ring buat gua. Dan selama 6 jam kedepan gua nggak boleh bergerak, karena bungkusan yang berisi pasir yang dipasang di atas selangkangan gua ini berfungsi untuk menekan pembuluh darah yang di sobek tadi biar nutup dan nggak ada pendarahan.”
“Aku nggak tanya itu, khan sudah kamu ceritakan di telp tadi siang”
“So…?”
“Aku mau tanya kamu nonton apa?”
“O… hahahahaha,” Joseph tertawa mendengar pertanyaanku,”Youtube!”
“Iya tanpa perlu menyebut merek udah taulah kamu nonton Youtube…!”
“Oww, Film… Passion of The Christ!” jawab Joseph kemudian.
“Film Yesus… yang paling sadis menurutku!”
“Tapi kejadian sebenarnya katanya lebih sadis..”sanggah Joseph.
“Yah.. Mel Gibson emang masih hebat..”lanjutku menyambung percakapan ala kadarnya,”Tapi bukankah itu film lama? Kamu menyetelnya berulang-ulang? Kamu suka?”
“Iya. Gua suka.”Jawab Joseph pendek-pendek sambil masih terus memperhatikan film itu dari layar Hpnya,” Jujur, setiap kali gua ngliat film-film tentang Yesus kaya gini, gua jadi ingin sekali dilahirkan dan hidup di jaman Yesus dulu.”
Aku menatap Joseph tajam, menunggu kata-kata lanjutannya lagi. Tapi tubuhnya masih tetep rebahan di atas tempat tidurnya dan matanya masih asyik memperhatikan setiap detail film di layar Hpnya. Mulutnya masih terbungkam, tidak menambahkan satu katapun. Aku jadi penasaran dan mulai bertanya lagi.
“Maksudmu?”
“Gua hanya pengen sekali menyentuh darah Yesus secara langsung! Satu tetes saja! Elo bisa bayangin nggak apa yang bakal terjadi dengan hidup elo?!” dongeng Joseph kemudian dengan gaya nerocosnya,” hidup elo bakal bersih lagi sebersih-bersihnya. Dosa-dosa elo seketika lenyap, dan segala sakit elo akan hilang. Apalagi ya.. elo nggak perlu mikir lagi masa depan, sebab elo matipun saat itu juga pasti masuk surga. Hidup kita terasa enteng, ringan… yang ada, hidup elo akan bahagia..bahagia dan bahagia… itu yang gua bayangin…”
“Memangnya, semua yang kamu bayangkan itu terjadi juga dengan murid-murid Yesus, bahkan dengan bundaNya yang jelas-jelas ada dan hidup pada jamanNya?”
“Nggak tau, belum pernah baca juga tentang mereka lebih detail,”Jawab Joseph,”Terserah deh, yang jelas gua percaya saja dengan anggapan gua itu.”
Closed! Kita terdiam beberapa saat. Aku membiarkan Joseph masih asyik melihat film dari layar HPnya, sedangkan aku menghidupkan laptopku, membuat persiapan mengajar esok hari. Tepat pukul 6 petang sebuah suara terdengar dari speaker Rumah Sakit yang dipasang pada setiap kamar.
“Selamat petang bagi para pasien Rumah Sakit Central sekalian. Bagi pasien beragama Katolik, marilah kita persiapkan diri untuk berdoa sejenak dan mempersiapkan diri untuk menerima Hosti Kudus Yesus lewat para petugas yang akan berkeliling tiap-tiap kamar.”
Selanjutnya sebuah suara dari orang berbeda menggantikan membacakan sebuah doa ibadat Katolik. Aku menutup laptop. Demikian juga Joseph, ia mematikan Hpnya dan bersikap doa diatas tempat tidurnya. Sesaat suasana kamar berganti hening, hingga seorang suster yang membawa piala berisi hosti kudus dengan diantar seorang perawat yang berjalan di depannya dengan membawa lilin memasuki kamar. Suster memberikan Hosti Kudus kepada Joseph, lalu berlalu kembali untuk memberikannya pada kamar-kamar lainnya.
“Apa yang kamu rasakan setiap kali kamu menerima Hosti Kudus?” tanyaku pada Joseph.
“Maksud lo?” tanya Joseph balik.
“Iya apa yang kamu rasakan tiap kali sesudah kamu terima Hosti yang sudah diberkati?”
“Em…..”Joseph hanya bergumam.
“Bukankah Yesus selalu mempersiapkan segalanya?”tanyaku lagi.
“Iyalah Dia tau masa depan. Dia tau misinya. Ya segalanyalah sudah disiapkan bagi kita… tapi apa hubungannya dengan hosti dan gua?” tanya Joseph kemudian.
“Yang jelas, Dia sudah membaca isi otak orang-orang macam kamu! Hahahahaha….,”jawabku sambil tertawa,”pada malam sebelum ia menderita, Yesus mengadakan perjamuan dengan murid-muridnya, Ia mengambil roti dan mangatakan Inilah tubuhKu… ia mengambil piala berisi anggur dan mengatakan Inilah darahKu….”
“lanjut?”tanya Joseph lagi.
“Roti dan anggur yang kamu telan itu adalah tubuh dan darah dari Yesus sendiri. Kenapa kamu berpikir jauh pengen hidup di jaman Dia? Sedangkan tiap minggu bahkan tiap haripun kamu bisa mendapatkan tubuh dan darahNya…”
“Iya ya…”
“Kamu masih Katolik khan? Kamu sudah baptis khan?”
“Sudahlah bahkan gua sudah boleh komuni barusan!”
“Lalu, emban Baptismu siapa sih?”
“Katekis kenalan Bokap, tapi sudah mati dianya, kenapa sih?”
“Kenapa hal-hal ginian seolah kamu baru tau pe’aak?!!”
“Elo juga mau ngasih tau ke gua kaya gitu, juga pakai mikir lama khan tadi?” sanggah Joseph nggak mau kalah.
“Karena kamu sibuk liat film di HP daripada mencermati obrolan kita pe’aak!!” tangkisku juga nggak mau kalah.
“Besuk… Kamis Putih ya… Peringatan perjamuan Tuhan,”kata Joseph sambil melihat langit-langit kamar,”Sebuah peringatan akan Tubuh dan Darah Yesus, yang dipersembahkan selalu buat kita… bener.. sangat sayang kita kadang hanya sibuk dengan peringatan upacaranya saja… tidak bisa memaknai akan Tubuh dan DarahNya yang berupa roti dan anggur. Selayaknya kita percaya akan penghapusan dosa, akan kesembuhan, akan keselamatan di dalam Dia…”
“Jadi?”tanyaku lagi.
“Ya gua akan sembuh dan baik-baik saja, selanjutnya hidupku lebih hidup lagi. Em…”
“Selanjutnya?”
“Em.. perawat yang bawa lilin tadi cantik juga ya?”
“Nggak susternya yang ngasih Hosti?”
“Eh, dosa loe nglirik-nglirik suster!”
“Nglirik doang, punya mata sah khan?”
“Eh, susternya sudah tua bodoooong!!”
Kami menghabiskan malam itu dengan bercanda kembali seperti biasa. Suasana rumah sakit itu terasa seperti saat-saat malam kita menghabiskan waktu di teras rumahku. Malam yang selalu menelan kita, hingga kita memuntahkan seluruh ide-ide dan filosofi-filosofi yang kadang bahkan sangat konyol sekali. Malam-malam yang melarutkan segala penat beban hidup seharian. Yah, malam selalu adalah siang bagi kami di teras rumah itu. Karena lewat malam hidup kami selelu lebih benderang dengan obrolan-obrolan santai kami.
Baca juga : GEREJA TUA
Wieg 12/04/22