WARTA IMAM

Memerdekakan Kelompok Marginal

oleh Aloysius Suryawasita, SJ

Memerdekakan kelompok marginal dapat dimulai dengan memberikan pendidikan penyadaran. Tujuan gerakan pemerdekaan ialah agar setiap orang dapat menjadi raja dan tuan bagi nasibnya sendiri, atau dengan kata lain, agar orang sungguh dapat menentukan diri.

Metode yang sebaiknya digunakan oleh pengabdi keadilan adalah metode dialog. Metode dialog dalam pendidikan penyadaran akan tercipta dalam bentuk “Problem Posing”. Dengan mengemukakan masalah yang dibahas bersama, antara pendidik dan peserta didik akan terjadi dialog. Dengan metode problem posing tersebut, peserta didik akan terbentuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif. Mereka akan melihat dunia mereka bukan sebagai realitas statis, tetapi sebagai realitas dalam proses, dalam transformasi. Refleksi dan aksi harus ada bersama-sama. Refleksi tanpa aksi akan menjadi verbalisme. Sebaliknya, aksi tanpa refleksi adalah aktivisme.  

Memerdekakan Kelompok Marginal

Dalam masyarakat manapun, ada kelompok marginal dan tertindas yang merupakan mayoritas penduduk. Mereka menjadi marginal dan tertindas oleh sistem politik, ekonomi dan sosial.

Mereka tidak mempunyai cukup aset politik, ekonomi, dan sosial (pendidikan). Karenanya, mereka tertinggal dibandingkan dengan kelompok warga masyarakat lainnya, yang jumlahnya lebih kecil.

Apa yang harus dibuat oleh pengabdi keadilan yang terdorong oleh belas kasihan kepada kelompok marginal dan tertindas itu?

Pendidikan Penyadaran Sebagai Usaha Pemerdekaan

Hal yang primer yang harus dibuat oleh pengabdi keadilan adalah memberikan pendidikan penyadaran. Ini berarti bahwa melalui pendidikan yang diberikannya, kelompok itu menjadi sadar akan situasi mereka yang penuh ketidakadilan dan penindasan, serta mengambil keputusan untuk mengadakan gerakan pemerdekaan. Suatu gerakan baru merupakan gerakan pemerdekaan dalam arti sebenarnya kalau gerakan itu dijalankan oleh mereka sendiri. Sebab yang menjadi tujuan gerakan pemerdekaan ialah agar setiap orang dapat menjadi raja dan tuan bagi nasibnya sendiri, atau dengan kata lain, agar orang sungguh dapat menentukan diri.

Merekalah yang harus menjadi aktor, pelaku gerakan pemerdekaan. Hanya dengan begitu, gerakan pemerdekaan itu sungguh akan berhasil memperkembangkan orang, karena gerakan itu sungguh keluar dari hati mereka dan merupakan ungkapan diri. Perkembangan lalu bukanlah sesuatu yang ditempelkan dari luar, tetapi berupa hasil jerih payah mereka sendiri.

Sering mereka yang marginal dan tertindas dibuat tidak menyadari bahwa mereka tertindas. Oleh karena itu, pendidikan penyadaran diharapkan sungguh membuka mata dan telinga mereka sehingga sadar bahwa mereka tertindas. Kemudian, tugas dan kewajiban mereka adalah mengubah situasi yang ada. Usaha ini penting, sebab perjuangan pemerdekaan mulai dari kesadaran akan kenyataan bahwa mereka sedang dihancurkan dan ditindas.

Melalui pendidikan penyadaran, mereka diharapkan memperoleh pandangan baru tentang dunia hidup mereka, kesadaran baru tentang hierarki nilai-nilai, sehingga berkat kesadaran baru itu akan mungkin terjadi perubahan sikap. Atau kalau mereka berada dalam budaya bisu, dimana mereka dibuat lebih suka tunduk, nrimo, bersikap fatalistis, apatis, tak termotivasi, tak ada inisiatif, pendidikan penyadaran diharapkan menjadikan mereka itu bangkit, hidup, bergairah, dan menyatakan hak-hak mereka. Timbullah pada mereka kesadaran kritis terhadap situasi mereka.

Baca juga : Konflik Klas Dan Perubahan Sosial

Metode Pendidikan Penyadaran

Bagaimana pendidikan penyadaran dapat menimbulkan kesadaran kritis baru pada mereka yang menerimanya? Sudah kita lihat bahwa pemerdekaan itu harus berasal dari dan dijalankan terutama oleh mereka sendiri yang tertindas. Dalil ini mempengaruhi metode pendidikan penyadaran.

Metode yang seharusnya digunakan pengabdi keadilan adalah metode dialog. Dengan metode dialog, diandaikan hubungan subyek dengan subyek di antara pengabdi keadilan sebagai pendidik dan peserta didik. Pendidik tidak bersikap mahakuasa, mahatahu, hanya mendikte dan memerintah. Pendidik harus sadar bahwa peserta didik memiliki kelebihan dan sumbangan juga yang dibutuhkan oleh pendidik sendiri.

Dialog menuntut kepekaan terhadap kemampuan bawaan yang dimiliki oleh setiap manusia guna menemukan dirinya sendiri. Untuk dapat sungguh-sungguh peka terhadap kemampuan setiap manusia, perlulah sikap-sikap berikut ini :

  1. Kerendahan hati, kemauan untuk belajar dari orang lain meskipun kebudayaan orang lain itu lebih rendah, kerelaan memperlakukan orang lain sebagai sederajat, keyakinan bahwa orang lain dapat mengajar juga, dan
  2. Kepaercayaan yang besar, bahwa manusia pada hakikatnya dipanggil untuk menjadi subyek yang harus mengerjakan dan mengubah dunia dan karenanya juga selalu mempunyai kemungkinan-kemungkinan untuk membangunkehidupan yang lebih baik.

Jelaslah bahwa dalam metode dialog ini, sistem atau cara indoktrinasi tidak dapat diterima. Metode dialog yang berazaskan hubungan subyek-subyek sudah merupakan awal usaha pemerdekaan.

Dengan dialog itu, kelompok miskin, marginal, tertindas, yang diliputi rasa tidak percaya diri dan takut, sudah sejak semula diangkat dan dimerdekakan dari perasaan kurang harga diri. Mereka sudah sejak awal pendidikan menemukan dirinya sebagai subyek, yang mampu memberi sumbangan kepada pihak pendidik, yang biasanya dianggap lebih tinggi.

Baca juga : Membangun Paguyuban Kaum Marginal

Kritis dan Kreatif

Metode dialog yang menuntut hubungan subyek-subyek tidak akan menciptakan hubungan guru-murid, dimana yang satu menggurui dan mengajar, sedangkan yang lain harus mendengar dan menerima secara pasif. Metode dialog dalam pendidikan penyadaran akan tercipta dalam bentuk “Problem posing”. Dengan mengemukakan problem yang harus dibahas bersama, antara pendidik dan peserta didik akan terjadi dialog.

Dengan metode problem posing itu, peserta didik akan terbentuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif. Mereka akan melihat dunia mereka bukan sebagai realitas statis, tetapi sebagai realitas dalam proses, dalam transformasi. Untuk itu, metode problem posing harus bertolak dari situasi konkrit mereka sebagai kenyataan yang paling dekat dan yang paling mereka kenal. Akhirnya mereka diharapkan menyadari bahwa situasi mereka bukan nasib yang tidak dapat diubah, tetapi sesuatu yang membatasi kemungkinan hidup, dan karenanya juga merupakan tantangan.

Untuk menganalisis situasi konkrit mereka sebagai titik tolak pendidikan penyadaran, sangat dibutuhkan bantuan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Ilmu kemasyarakatan akan membantu memperlihatkan struktur, mekanisme, interelasi berbagai segi kehidupan, institusi dalam masyarakat. Dengan bantuan ilmu kemasyarakatan itu, mereka akan semakin menyadari situasi keridakadilan yang sebelumnya mungkin masih sangat tersembunyi.

Selanjutnya, tidaklah cukup kalau pengabdi keadilan hanya mengajak mereka melihat dan menyadari situasi konkrit hidup mereka. Sesudah mereka sadar akan situasi hidup mereka, mereka harus dibantu untuk menentukan praksis konkrit sebagai tindak lanjut dari refleksi mereka. Hal ini penting supaya dialog yang terjadi tidak sekedar merupakan pembicaraan yang umum sifatnya, penuh ide yang baik tanpa ada arah tindakan praktis.

Kedua hal yaitu refleksi dan aksi harus ada bersama-sama. Refleksi tanpa aksi akan menjadi verbalisme. Sebaliknya, aksi tanpa refleksi adalah aktivisme.  

Baca juga :

Pengabdi Keadilan : Ikan Dan Kail

Pengabdi Keadilan Dan Ikatan Primordial

Kesucian Hidup Kaum Miskin

Pengabdi Keadilan Dan Rakyat Kecil

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *