WARTA IMAM

Konflik Klas Dan Perubahan Sosial

oleh Aloysius Suryawasita, SJ

Mendengar kata konflik klas, orang biasanya cepat-cepat menolaknya. Konflik klas diasosiasikan sebagai ajaran komunisme. Orang lupa membedakan antara konflik klas sebagai fakta dan konflik klas sebagai metode atau strategi perjuangan. Pengabdi keadilan harus mengakui konflik klas sebagai fakta. Sedang, konflik klas sebagai strategi perjuangan harus ditolak.

Konflik klas atau konflik sosial sebagai fakta adalah adanya kesenjangan obyektif di antara kelompok-kelompok sosial karena perbedaan dalam penguasaan atau pemilikan sumber-sumber ekonomi, baik dalam lingkup regional, nasional, maupun internasional. Dalam hubungan antar manusia, kesenjangan ini akan menyebabkan banyak macam diskriminasi dan marginalisasi (membuat orang berada di pinggiran) yang tidak sesuai dengan martabat manusia. Dalam bahasa sekarang, konflik klas bisa diistilahkan dengan interdependensi asimetris. Ada hubungan saling tergantung, tetapi banyak menguntungkan satu pihak serta merugikan pihak lain.

Konflik Klas Dan Perubahan Sosial

Dalam hubungan dunia industrial, kesenjangan itu dapat dilukiskan dengan kenyataan, segelintir orang yang amat kaya berbaring enak-enak di atas massa buruh miskin. Jika massa buruh menerima kondisi yang hampir tak dapat ditanggungnya karena pengusaha atau kontraktor membuat mereka tak dapat melakukan apa-apa lagi untuk menjadi lebih baik, maka pengusaha atau kontraktor itu membuat korban kekerasan dan ketidakadilan. Terjadilah konflik besar, bersama perkembangan industri, antara “modal” dengan ‘buruh”.

Baca juga : Pengabdi Keadilan Dan Rakyat Kecil

Hal ini berarti konflik antara kelompok yang kecil tetapi samgat besar pengaruhnya, yakni pengusaha-pengusaha, para pemilik dan pemegang sarana-sarana produksi, dengan khalayak banyak yang tidak memiliki sarana-sarana itu, dan yang mendapat bagian dalam proses produksi semata-mata karena pekerjaan mereka. Konflik ini berasal dari kenyataan bahwa kaum buruh mengerahkan tenaga mereka untuk digunakan oleh para pengusaha. Para pengusaha dengan mengikuti prinsip keuntungan sebesar-besarnya, berusaha menentukan upah serendah-rendahnya untuk kerja yang dilakukan oleh para buruh.

Dalam dunia pertanian, para petani atau penduduk desa semakin tertinggal jauh dari penduduk kota, sebab nilai tukar produksi mereka semakin menurun dibandingkan dengan produk industri. Kita lihat fakta di Indonesia, nilai tukar produk petani dalam dekade 1980-an hanya naik di bawah satu persen, sampai Presiden Soeharto memberi peringatan : “Jangan menikmati swasembada beras di atas penderitaan para petani.” (Kompas 5/6/92).

Baca juga : Kesucian Hidup Kaum Miskin

Kesenjangan di antara penduduk di bumi secara kasar memunculkan dua golongan penduduk. Golongan yang satu, kecil jumlahnya, boleh dikatakan mengecap segala keuntungan yang disajikan secara melimpah oleh penemuan-penemuan baru. Sedangkan golongan lainnya, meliputi massa kaum buruh dan petani yang tak terbilang banyaknya, tertindas di bawah bencana kemelaratan dan yang dengan sia-sia berusaha membebaskan diri dari beban derita yang dipikulnya.

Fakta lain adalah adanya ketidaksamaan-ketidaksamaan yang mencolok, bukan hanya dalam menikmati barang-barang yang dimiliki, melainkan lebih-lebih lagi dalam melaksanakan kekuasaan. Perbedaan-perbedaan ekonomi, sosial dan kebudayaan yang berlebih-lebihan di antara penduduk satu negara dan di antara para bangsa menimbulkan ketegangan-ketegangan dan sengketa-sengketa, yang berbahaya bagi perdamaian.

Hakikat demokrasi pun menegaskan perlu dicapai suatu konsensus di antara konflik-konflik yang ada. Ada hubungan antara konsensus dan konflik. Konsensus baru harus selalu diupayakan untuk mengatasi konflik-konflik yang ada. Demikian konsensus yang dicapai diharapkan semakin lebih adil.

Baca juga : Pengabdi Keadilan Dan Ikatan Primordial

Konflik Sebagai Strategi Perjuangan

Pengabdi keadilan harus sadar bahwa konflik atau pertentangan klas sebagai strategi perjuangan tidak dapat dibenarkan sejauh kebencian dipakai sebagai motivasi dan tindak kekerasan sebagai metode. Bila perjuangan klas tidak mengandung permusuhan dan kebencian satu sama lain, perjuangan itu diharapkan secara bertahap berubah menjadi sebuah diskusi jujur mengenai perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada hasrat untuk mengupayakan keadilan.

Jalan kekerasan, revolusi tidak dapat dibenarkan. Sebab, biasanya jalan kekerasan menimbulkan ketidakadilan baru dan malapetaka baru. Suatu kejahatan tidak boleh diperangi dengan bayaran kesengsaraan yang lebih besar. Ada cara perjuangan yang dapat berhasil yaitu non violent action (perjuangan tanpa kekerasan) dan pembentukan pendapat umum.

Baca juga : Pengabdi Keadilan, Ikan Dan Kail

Perubahan Sosial

Bagaimana konflik klas atau kesenjangan sosial dapat diubah atau diatasi. Perlulah selalu disadari bahwa barang-barang ditujukan oleh Sang Pencipta bagi seluruh keluarga umat manusia. Juga, milik pribadi tidaklah bersifat mutlak, tetapi mempunyai fungsi sosial.

Faktor kedua, yang dapat menunjang terjadinya perubahan sosial adalah diakui dan direalisasikannya hak orang miskin untuk membentuk serikat atau organisasi. Hak ini tak dapat dicabut oleh negara tanpa memungkiri dasar eksistensi suatu negara. Peranan organisasi orang miskin ini sangat menentukan guna memperjuangkan hak-hak dan kebutuhan mereka.

Baca juga : Membangun Paguyuban Kaum Marginal

Perlu juga diberi catatan bahwa organisasi ini sungguh organisasi dari, untuk, dan dijalankan sungguh-sungguh oleh orang miskin sendiri, dan bukannya pseudo organisasi (organisasi semu) yang malah bertujuan untuk menjinakkan orang miskin. Pengalaman sejarah mengajarkan bahwa organisasi-organisasi orang miskin, merupakan unsur kehidupan sosial yang mutlak perlu, teristimewa di dalam masyarakat industri modern.

Aksi mogok tanpa kekerasan tidak dapat dimasukkan sebagai aksi kekerasan, maka adalah sah. Memang harus ditempuh lebih dulu jalan dialog, musyawarah antara pihak-pihak yang berselisih. Akan tetapi, pemogokan masih tetap bisa menjadi suatu keharusan bahakndalam keadaan zaman sekarang juga, sebagai bantuan terakhir untuk mempertahankan hak-hak kaum buruh dan untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan mereka yang adil. Bila sampai terjadi pemogokan, maka haruslah secepat mungkin dicarikan jalan-jalan untuk melanjutkan kembali perundingan dan musyawarah.

Tulisan ini pernah dimuat di Harian KomPas, 5 Mei 1994.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *