Kemuliaan Pengikut Kristus
Kemuliaan pengikut Kristus tidak ditentukan oleh seberapa tinggi jabatan dan kedudukannya, tetapi oleh seberapa besar pelayanan yang dia berikan untuk sesamanya.
JagoKomSos.org–Gereja Santo Yusup Ambarawa mengadakan Perayaan Ekaristi Minggu Biasa XXIX/Tahun B pada hari Minggu, 17 Oktober 2021. Misa yang dimulai tepat pukul 08.00 WIB ini dipimpin oleh Romo Agustinus Budi Nugroho, SJ dan disiarkan secara langsung lewat Live Streaming JagoKomSos.
Ada yang istimewa dari Perayaan Ekaristi pagi ini. Quo Vadis Choir, sebuah kelompok paduan suara asal Jakarta, mempersembahkan gempita suara emasnya selama Misa berlangsung. Dengan slogan “Jalan-jalan sambil bernyanyi, bernyanyi sambil jalan-jalan”, mereka mengusung semangat pelayanan lewat suara emas mereka selama Misa berlangsung. Seperti sebuah ungkapan, “Bernyanyi yang baik sama artinya dengan berdoa dua kali. Doa kita berlipat ganda.” Demikian Quo Vadis Choir betul-betul melengkapi doa-doa umat pada Misa Minggu pagi kali ini.
Keistimewaan berikutnya adalah Perayaan Ekaristi dibuka dengan Upacara Persiapan Sakramen Babtis Tahap Pertama. Romo Budi menyapa dan menanyakan kesanggupan iman dari kedelapan katekumen yang mengikuti Tahapan Pertama dalam Misa Minggu pagi ini. Kedelapannya adalah para katekumen yang hendak dibabtis pada Natal, bulan Desember mendatang.
Standar Salib dan Standar Pelayanan
“Kemuliaan pengikut Kristus tidak ditentukan oleh seberapa tinggi jabatan dan kedudukannya, tetapi oleh seberapa besar pelayanan yang dia berikan untuk sesamanya.”
Demikian pesan pokok dari renungan dan homili Romo Budi pada Minggu pagi hari ini. Romo Budi mengajak umat untuk melihat sejenak apa yang terjadi dalam dunia bisnis maupun ekonomi akhir-akhir ini. Adalah sebuah fakta, bahwa semakin besar nilai sebuah perusahaan, semakin kaya pula pemilik perusahaan tersebut. Keduanya merupakan hal yang sangat duniawi sekali.
Perusahaan-perusahaan besar tersebut tidak saja menjual dan menghasilkan barang, namun mereka besar karena jasa ataupun lewat pelayanan yang mereka berikan. Bahkan ketika sebuah pelayanan tergangu, kekayaan mereka turut turun begitu drastis. Begitu luar biasa besar dampak ketika sebuah pelayanan terganggu, hingga kekayaan mereka juga ikut tergerus sangat besar. Sesungguhnya pula, dengan memakai atau menggunakan jasa maupun pelayanan mereka, kita membuat pemilik perusahaan tersebut semakin kaya. Pelayanan saat ini adalah kunci. Sesuatu yang sangat penting, sangat bernilai dan memiliki dampak yang luar biasa. Demikianlah yang terjadi di dunia.
Yang menarik adalah kata ‘pelayanan’ tersebut sudah muncul dalam Kitab Suci seperti yang kita dengar hari ini. Rupanya, sebelum perusahaan-perusahaan itu menjadi besar karena pelayanan, Kitab Suci sudah mengatakan tentang ‘pelayanan’.
Dalam Injil Markus hari ini, Yesus menyampaikan standar dua ukuran untuk orang yang mau menjadi murid dan masuk ke dalam kerajaanNya. Standar yang pertama adalah standar salib. Standar yang kedua adalah standar pelayanan.
Standar Salib
Disebutkan bahwa orientasi Yakobus dan Yohanes dalam mengikuti Yesus adalah agar mendapatkan kedudukan dunia. Sedikit wajar mengingat keduanya berasal dari keluarga yang cukup berada. Mereka mengharapkan Yesus untuk menjadi raja dunia. Namun keduanya belum mengerti, belum memahami dan gagal menangkap misi Yesus di dunia ini.
Yesus menekankan kembali, “Kalau kamu ingin mengikuti Aku, mengalami kemuliaan bersamaKu, siapkah kamu meminum cawanKu? Siapkah kamu dibabtis dengan babtisanKu?”
Kata ‘cawan’ yang dimaksud oleh Yesus muncul pertama kali ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, ketika Yesus sedang menghadapi peristiwa salib. Yesus sendiri sampai mengatakan, “Ya Bapa, jika Engkau mau, biarlah cawan ini berlalu dari hadapanKu. Tetapi bukan kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi.”
Cawan Yesus adalah cawan penderitaan. Cawan tersebut harus dilalui supaya Dia memperoleh kebangkitan. Kebangkitan adalah mahkota dari salib. Ini yang pertama. standar pertama Yesus adalah standar salib. yang kemudian diikuti dengan batisan Yesus. Babtisan Yesus itu maksudnya ditenggelamkan, terbenam bersama dengan seluruh hidup Yesus, tidak hanya berbicara tentang kemuliaan kebangkitan, tetapi juga peristiwa yang mendahuluinya, yaitu Peristiwa Salib. Tidak ada kebangkitan tanpa salib. Artinya, kita mengikuti Yesus tidak bisa seenaknya saja, tidak bisa memilih senangnya saja, tidak bisa menyingkirkan dan menolak yang susah. Semuanya itu adalah satu paket. Tidak ada kebangkitan tanpa salib dan kebangkitan adalah mahkota dari salib.
“Standar Salib maupun Spiritualitas Salib sangatlah penting dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan sekitar kita, kalau ada orang-orang yang bisa melalui segala tantangan dan kesulitan tanpa putus asa, orang itu tertempa mentalnya. Dan kalau itu adalah orang beriman Kristiani, mentalnya tertempa oleh semangat Spiritualitas Salib. Orang yang tertempa oleh Spiritualitas Salib, kalau menghadapi tantangan dan kesulitan, dia tidak menyerah, dia tidak putus asa. Kalau jatuh, bangkit lagi.” papar Romo Budi.
Spiritualitas Salib ini sangatlah penting untuk dihayati dalam hidup berkeluarga, dimana orang tua mengajar dan mendidik anak-anak mereka.
Kalau anak-anak tidak terbiasa mengalami tantangan dan kesulitan di dalam hidupnya, atau bahasa lainnya dimanja, masa depan anak-anak tersebut akan suram. Kalau anak-anak manja tersebut dihadapkan pada tantangan, kesulitan dan kegagalan, maka selesai sudah. Knock out. Mereka tidak mampu untuk berdiri lagi.
“Saya sungguh pesan kepada para orang tua dalam mendidik anak saat ini, karena kecenderungannya orang tua mendidik anak dengan memanjakan secara berlebihan. Itu akan membuat masa depan anak-anak suram dan tidak menghidupi semangat Spiritualitas Salib untuk tahan uji dalam iman dan hidup, termasuk melewati segala tantangan dan kesulitan.” lanjut Romo Budi menjelaskan standar yang pertama, yaitu Standar Salib.
Standar Pelayanan
Standar berikutnya bagi para pengikut Yesus untuk mendapat kemuliaan adalah standar pelayanan.
“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu dan siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.”
Romo Budi membahasakan ungkapan Tuhan hari ini tersebut dengan mengatakan demikian,
“Kebesaran itu terwujud bukan dengan mengecilkan orang lain untuk melayaniku. Kebesaran terwujud dengan mengecilkan aku, mengecilkan diriku, agar aku bisa melayani sesamaku. Dan pembuktiannya adalah bukan dengan bertanya, apa yang akan aku peroleh, tetapi apa yang bisa aku berikan.”
Demikianlah kebesaran murid Yesus ataupun kemuliaan pengikut Kristus harus hidup oleh Standar Pelayanan. Satandar Salib dan Standar Pelayanan tersebut oleh Yesus sendiri langsung ditunjukkan dengan apa yang terjadi dalam hidupNya,
“Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan melayani dan memberikan nyawaNya bagi tebusan banyak orang.”
Dalam bacaan pertama kitab Yesaya juga disebutkan, “Dia adalah hamba Yahwe, yang menyerahkan dirinya sebagai kurban silih.”
Ayat tersebut mengingatkan kita akan apa yang terjadi saat kita mengikuti Perayaan Ekaristi. Roti Ekaristi adalah Tubuh Tuhan sendiri, yang diseserahkan dan diberikan kepada kita untuk keselamatan dan kebahagiaan kita. Kata-kata sabda Tuhan Yesus ini akan selalu hidup, akan selalu hadir kembali tiap kali kita merayakan Perayaan Ekaristi. Tuhan yang memberikan nyawaNya untuk kebahagiaan dan keselamatan kita. Itulah pelayanan yang Tuhan berikan kepada kita.
Kemuliaan pengikut Kristus tidak ditentukan oleh seberapa tinggi jabatan dan kedudukan, tetapi seberapa besar pelayanan yang diberikan kepada sesama kita.
Hari Pangan Sedunia
Hari ini bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia. Tim Pelayanan PSE bekerjasama dengan SPP Kanisius dan SMK Theresiana, membagikan bibit-bibit tanaman sebagai buah tangan bagi seluruh umat yang hadir. Dengan pembagian bibit tanaman ini, diharapkan umat dapat memikirkan, pelayanan apa yang bisa diberikan agar ketahanan pangan dan kemandirian pangan keluarga dapat terwujud di tengah-tengah kita.
“Sembari mengingat apa yang disampaikan oleh Paus Fransiskus, kalau kita membuang sisa makanan, itu berarti kita merampok hak-hak orang miskin. Jadi ajarilah anggota keluarga kita untuk tidak membuang sisa-sisa makanan atau membuat makanan tersisa dan kemudian dibuang. Karena dengan itu anda merampok hak-hak orang miskin.” demikian Romo Budi menutup homilinya.
Baca juga : Waktu Yang Tepat