Aturan Hari Sabat
Aturan hari Sabat. Bukankah wanita keturunan Abraham ini harus dilepaskan dari ikatannya sekalipun pada hari sabat?
Renungan Harian Katolik, Senin 25 Oktober 2021, Pekan Biasa XXX, Warna Liturgi Hijau.
Bacaan Pertama: Roma 8:12-17
Mazmur Tanggapan: Mazmur 68:2.4.6-7.ab.20-21
Bacaan Injil: Lukas 13:10-17
Pada suatu hari Sabat Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat. Di situ ada seorang wanita yang telah delapan belas tahun dirasuk roh. Ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Ketika Yesus melihat wanita itu dipanggil-Nyalah dia.
Lalu Yesus berkata, “Hai Ibu, penyakitmu telah sembuh.” Kemudian wanita itu ditumpangi-Nya tangan, dan seketika itu juga ia berdiri tegak dan memuliakan Allah.
Tetapi kepala rumah ibadat itu gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat. Lalu ia berkata kepada orang banyak, “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”
Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya, “Hai orang-orang munafik, bukankah kalian semua melepaskan lembu dan keledaimu pada hari Sabat dan membawanya ke tempat minum? Nah, wanita ini sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis. Bukankah dia harus dilepaskan dari ikatannya itu karena dia keturunan Abraham?”
Waktu Yesus berbicara demikian, semua lawan-Nya merasa malu, sedangkan orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia yang telah dilakukan-Nya.
Demikianlah Injil Tuhan.
RENUNGAN
Diam atau bergerak menolong? Hari ini, kita mendengar sebuah perdebatan tentang hari Sabat. Seperti biasa ada pertentangan antara aturan hari Sabat yang secara kaku diajarkan oleh orang Farisi dan ahIi Taurat dengan sikap Yesus yang mengedepankan belas kasih.
Secara kasat mata tindakan Yesus dianggap sebagai sebuah pelanggaran adat istiadat dan juga pelanggaran terhadap aturan agama waktu itu. Terlihat sekali, Yesus tampak mulai emosi terhadap sikap formal dan kaku dalam menjalankan aturan agama.
“Siapakah di antara kamu yang kalau anaknya atau lembunya terperosok ke dalam lubang, tidak segera menarik keluar walaupun itu adalah hari Sabat?”
Beberapa tahun ini, Paus Fransiskus mendorong kita untuk menjadikan belas kasih sebagai intisari dari gerakan pastoral dalam Gereja. Theology of Mercy menjadi dasar dan keyakinan beliau. Maka, jelas terlihat pola kepemimpinan Paus Fransiskus bukan pertama-tama menekankan kekakuan tradisi, hukum Gereja, dan segala aspek formal. Menyelamatkan orang lain menjadi suatu tujuan utama yang tidak boleh digantikan oleh apa pun. Tentu saja hal-hal seperti aturan bersama dan hukum sangat diperlukan dalam menata suatu lembaga di mana kita hidup bersama-sama secara sosial.
Namun, bacaan Injil pada hari ini mempertegas bahwa semua yang kita rumuskan sebagai aturan harus mengabdi pada keselamatan itu sendiri.
Apakah hukum di tangan kita bisa menjadi sarana untuk menolong dan menyelamatkan; atau jangan-jangan, di tangan orang tertentu, hukum hanyalah alat untuk menunjukkan otoritas dan mengadili kesalahan orang lain?
DOA
Allah Bapa kami yang mahabaik, berkenanlah mengutus Roh-Mu mendatangi kami dan jadikanlah kami putra dan putri-Mu, yang tinggal di dunia ini dengan bebas serta penuh rasa syukur. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.